Motif Pintu Aceh Diciptakan Oleh

Sejarah Sarung Pintu Aceh

Tradisi membuat dan menggunakan sarung pintu di Aceh telah ada sejak lama dan berkaitan erat dengan arsitektur rumah-rumah tradisional Aceh. Rumah tradisional Aceh atau dikenal sebagai rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang berbahan dasar kayu. Sarung pintu ini sering kali terbuat dari kain yang dihias dengan berbagai motif khas yang disulam dengan tangan.

Dahulu, sarung pintu tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi rumah, tetapi juga menjadi penanda status sosial pemilik rumah. Rumah bangsawan atau orang yang memiliki kedudukan penting biasanya memiliki sarung pintu dengan motif yang lebih rumit dan dihiasi dengan benang emas atau perak.

Makna dan Filosofi di Balik Motif Sarung Pintu Aceh

Setiap motif dalam sarung pintu Aceh mengandung filosofi dan makna yang mendalam. Misalnya, motif bunga atau daun bisa melambangkan kelahiran baru, pertumbuhan, atau kesuburan. Motif geometris sering kali mengajarkan tentang keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, sementara motif Islami mengingatkan pemilik rumah untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan.

Selain itu, sarung pintu juga menjadi simbol keterikatan masyarakat Aceh dengan tradisi dan leluhur mereka. Proses pembuatannya yang dilakukan dengan tangan mencerminkan nilai kesabaran, ketelitian, dan penghargaan terhadap pekerjaan seni. Hiasan ini juga menjadi media bagi masyarakat Aceh untuk mengekspresikan identitas budaya mereka yang kaya akan keindahan dan religiusitas.

Peran Sarung Pintu dalam Kehidupan Masyarakat Modern

Di era modern ini, sarung pintu masih banyak dijumpai di rumah-rumah tradisional Aceh dan digunakan sebagai elemen dekorasi di berbagai acara adat, seperti pernikahan atau upacara adat lainnya. Walaupun fungsinya sebagai simbol status sosial mulai berkurang, sarung pintu tetap menjadi salah satu bentuk kebanggaan budaya Aceh yang terus dilestarikan.

Banyak pengrajin tradisional di Aceh yang masih membuat sarung pintu dengan menggunakan teknik-teknik lama, meskipun sekarang ada juga yang memanfaatkan teknologi modern dalam proses pembuatannya. Para pengrajin ini tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga berkontribusi dalam memperkenalkan budaya Aceh ke dunia luar melalui penjualan produk sarung pintu ini sebagai barang seni.

Motif sarung pintu Aceh bukan hanya sekadar dekorasi rumah, tetapi juga merupakan cerminan dari identitas budaya, kepercayaan, dan filosofi hidup masyarakat Aceh. Keindahan dan makna yang terkandung di dalamnya menjadikan sarung pintu sebagai salah satu warisan budaya yang berharga, yang patut untuk terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi mendatang. Melalui motif-motifnya yang kaya, sarung pintu Aceh tidak hanya mempercantik rumah, tetapi juga membawa pesan tentang kebijaksanaan, keindahan, dan spiritualitas yang dalam.

Motif Sarung Pintu Aceh

Motif-motif pada sarung pintu Aceh umumnya terinspirasi dari alam, nilai-nilai religius, serta kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Beberapa motif yang sering dijumpai antara lain:

Motif bunga menjadi salah satu motif yang paling sering dijumpai. Bunga melambangkan keindahan dan kesucian. Dalam konteks religius, bunga sering kali dikaitkan dengan simbol keagungan Tuhan dan kesempurnaan ciptaan-Nya.

Motif geometris biasanya berupa pola segitiga, lingkaran, dan garis-garis simetris. Motif ini mencerminkan harmoni dan keseimbangan dalam kehidupan, juga bisa menggambarkan keteraturan hukum alam yang diciptakan Tuhan. Selain itu, motif geometris sering dikaitkan dengan kebijaksanaan dan pengetahuan.

Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekah, memiliki tradisi Islam yang kuat. Hal ini tercermin dalam motif-motif kaligrafi Arab atau pola yang terinspirasi dari seni Islami. Ayat-ayat Al-Qur'an, doa-doa, serta simbol-simbol Islami sering diintegrasikan ke dalam desain sarung pintu sebagai bentuk pengingat akan pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

Motif ini sering kali menggambarkan berbagai bentuk daun, bunga, atau hewan yang ada di alam sekitar Aceh. Masyarakat Aceh yang hidup berdampingan dengan alam memiliki kedekatan emosional dengan flora dan fauna, sehingga mereka mengabadikannya dalam karya seni, termasuk dalam sarung pintu. Motif flora dan fauna juga bisa menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan.

Pada umumnya batik ini juga dibuat dengan canting tetapi proses pembuatan batik ini juga menggunakan teknik melubangi kain dengan alat khusus berupa deretan jarum.

Sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Aceh, model baju batik aceh pun disesuaikan dengan aturan atau hukum syariat islam yang diterapkan pada pemerintah Aceh. Pada batik aceh untuk wanita biasanya diwarnai dengan model garis panjang dan longgar.

Batik aceh ini juga tidak hanya digunakan sebagai bahan baju batik akan tetapi juga dibuat untuk produk lainnya seperti topi, sarung, mukena, dompet, tas, maupun aksesoris lainnya.

Batik yang memiliki ciri khas budaya Aceh ini selain motifnya yang sangat menggambarkan Aceh, batik tersebut juga tidak hanya ada pada pakaian tetapi banyak pada aksesoris lainnya sehingga batik pintu aceh ini menjadi salah satu rekomendasi dan sasaran para wisatawan yang berlibur ke Aceh.

”Akhir-akhir ini penjualan sarung motif pintu aceh lumayan laris manis, peminatnya itu bukan cuma orang sekitar sini aja tetapi banyak juga orang-orang luar yang mencari sarung pintu aceh itu untuk oleh-oleh,” ujar Azizah (31), penjual sarung motif batik pintu aceh.

Untuk sarung batik pintu aceh ini lebih banyak peminatnya dan sudah banyak tersedia di toko-toko perlengkapan salat di Aceh. Untuk sarung tersebut memiliki harga kisaran Rp 100.000 - 200.000.

Oleh: Enjelia Hutasuhut (Mahasiswa)

Editor: Syuknura Maghfirah

Motif "Pintu Aceh" atau "Pinto Aceh" merupakan motif dan ornamen  yang sangat terkenal dari Banda Aceh, NAD.

Desain Pinto Aceh diperoleh dari monumen peninggalan Sultan Iskandarmuda  bernama Pinto Khob . Monumen tersebut yang sekarang di sekitarnya dijadikan taman rekreasi, terletak di tepi sungai (krueng) Daroy, konon dulunya sebagai pintu belakang istana Keraton Aceh khusus untuk keluar masuknya permaisuri Sultan Iskandarmuda beserta dayang-dayangnya kalau sang permaisuri menuju ke tepian sungai untuk mandi. Sekarang ini taman tersebut diberi nama Tanian Putroe Phang (Taman Putri Pahang), nama sang permaisuri.

Dari desain gerbang kecil Pintu Khob itulah diambil motif untuk perhiasan yang bernama Pinto Aceh ini.

Awalnya merupakan kreasi dari Mahmud Ibrahim, perajin emas dari Blang Oi pada tahun 1935. Karena  kepiawaiannya membuat perhiasan ia dipanggil orang dengan Utoh Mud. Utoh Mud memperoleh sertifikat resmi atas keterampilannya itu dari pemerintah Belanda di Kutaraja (Banda Aceh) pada tahun 1926. Saat itu ia hanya membuat satu jenis perhiasan dengan motif Pinto Aceh, yaitu bros. Kini sudah ada cincin, leontin dan tusuk sanggul dengan variasi motif Pinto Aceh ini.

Pinto Aceh berbentuk ramping dengan jeruji-jeruji yang dihiasi motif kembang ditambah lagi sebagai pelengkap dengan rumbai-rumbai sepanjang kedua sisi.

Sudah saatnya Pemerintah Aceh bergerak cepat. Mengatur skema benefit sharing yang adil, pelindungan hukum yang kuat, serta mencatatkan motif Pinto Aceh sebagai Ekpresi Budaya Tradisional harus menjadi prioritas agar terlindungi dari klaim sepihak ataupun upaya komersialisasi tanpa izin, serta memperkuat identitas budaya Aceh di tingkat nasional dan global.

Motif Pinto Aceh adalah salah satu simbol budaya yang kuat dari Provinsi Aceh, dengan sejarah yang berakar sejak 1953 ketika pertama kali didesain oleh pengrajin emas dari Blang Oi, Mahmud Ibrahim. Terinspirasi dari gerbang peninggalan Sultan Iskandar Muda, Pintu Khob, motif ini merefleksikan identitas lokal yang mendalam.

Pintu Khob sendiri adalah gerbang penghubung antara Taman Sari dan Krueng Daroy, tempat yang menjadi saksi aktivitas para putri Kesultanan Aceh Darussalam di masa lalu. Kini, nilai sejarah dan artistik dari motif ini menjadikannya salah satu warisan budaya tak benda yang diakui secara nasional.

Sayangnya, komersialisasi motif Pinto Aceh oleh perusahaan besar tanpa kejelasan izin memicu pertanyaan dari masyarakat Aceh. Apakah ada proses perizinan yang sah? Dan apakah Aceh sebagai pemilik budaya mendapatkan manfaat dari eksploitasi komersial ini?

Baca Juga:7 Jenis Kekayaan Intelektual dan PerlindungannyaDJKI Upayakan Peningkatan Pendaftaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu di Indonesia

Komunalitas dan Legalitas Kekayaan Budaya Secara hukum, motif Pinto Aceh masuk dalam salah satu kategori pelindungan Kekayaan Intelektual Komunal yaitu Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) yang menurut UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, kepemilikannya dipegang oleh negara. Dalam hal ini, pengelolaan izin penggunaan komersial seharusnya melibatkan pemerintah daerah sebagai wakil negara. Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal, juga dengan tegas menyebutkan pemanfaatan EBT untuk kepentingan komersial harus mendapat izin dengan memperhatikan pembagian manfaat yang adil.

Namun, hingga kini belum ada kejelasan terkait apakah perusahaan tekstil nasional yang menggunakan motif ini telah memperoleh izin dari pemerintah Aceh. Jika memang belum ada kesepakatan resmi, maka ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk bertindak. Pengelolaan izin dan pembagian manfaat sangat penting agar pemanfaatan kekayaan budaya ini tidak sekadar menguntungkan pihak perusahaan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Aceh.

Belajar dari Pemprov Bali Komersialisasi Tenun Endek Bali oleh Christian Dior Kisah sukses kerja sama komersialisasi Tenun Endek Bali oleh Christian Dior bisa menjadi contoh bagi Aceh. Ketika Pemerintah Daerah Provinsi Bali menyatakan persetujuannya atas penggunaan motif tenun Endek Bali pada produk-produk Dior. Sebagai bentuk pengakuan terhadap hak atas kepemilikan Tenun Endek Bali, Christian Dior setuju memberikan pemberdayaan kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang memproduksi Tenun Endek Bali, serta mencantumkan label pengakuan pada setiap produk Dior yang menggunakan Tenun Endek Bali sebagai koleksi untuk spring/summer 2021, yang tersedia di Boutique Dior seluruh dunia mulai bulan Maret 2021.

%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.32 841.92] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S>> endobj 4 0 obj <> stream xœ�ÙnãFòÝ€ÿ�O¹°Ú}ðÜ7Ï•Ñ“L2öa¼(“cQ¥Hd‚ü}ªª»)¶è–�gÂg æ.8óÂÆX¯áU6�½{ŒÒ°u-}H©bÙ+ék1Ó\±TŽÄôsdÈAð « ¬—‘8�À’G@ÐÝ÷h–†ÍƇ›¥Œ§—ßñ{F ÚÕÑ,+Â-„“ ƒC¿/£,\G³",áw«ö‡Ý_M{ÄÓNrVø�‘(TØV»±�M‰§yøO$9àÏ’°Eœ'Š\¢´ÀßôRtÂE¿Þuˆ”e:RèÑ ÿâ;ňU†˜šÈ}� á€ÚÚÔ¯õEÕDù‹Nc4šX 2±×�ŒÌ¾ô$™È]ýªoŸèÑ™EØ7³,< ÍѾߤ{sö“A¿-»¤/#,žkø} ‰=ÙÖD¯GY÷$©5ÑÖvA[()4À¦Aâ­Õ¹’…–’xê$šï²–$Dº�kck;°3£Ìû?tˆ’màŪYÔ`_«“ŽŽ]ÙõÇ ”Dâ-È/ž�¥+ú][O¤šc‡fn¶(Þÿ]‚/èWFþ ?W=½ö¤5i¸ ½Áp±&l<¨É' óé²­�¸À˜ÓzØu»vGÜ ÂxÿzÙû#Óöà€Ÿ¨0õÛ B•¤m¾¼¯É¹ûª_“*M”ÄöžÔ³n:�Œè" c–p¨XœÀ™˜Ôá­¥±,X¬\Bt£y$Ç!$uØ1r™kªc¼‹ªIrΤuÉEvÜ¥…vB0¥/iSUp�½‰5Í&°^¦2�YÑ�‘¿Õ€2'.ü»¦Ó±³*1P“,¤D„N4KÁ{}ýEm©zH+þ®$cB¹X„�¨»!kR’C.¾7G£àQaÔ1Å4±mÈçšuCAB–Øu5%�‡@Ý:cûŸHi�§mvƱî:èGòþî€ù«£ Ô:ði»R¿ÒÀÆë’‚¥Êfï!kØŠ¡@j›Fg«rÓc0©T_#Þ¦Ä�=á éVã4mgÏ¡Å7ŽÍ®-7¨Z~Âr꛲ùZgße¿èO÷ëí¯6=lûªŒ¸?6m…uô²TÎr«²ª~E>K8+rï«•oSvÁç’Ϧ\#7¾à•"f\¸D¼þ-² ìCxžAŠn¾ß’óü&XúÂ_æéë_Ë‹ ¬ˆ"ogCTæ‚ûØP<›À¾d‘3•¼È²`…òÃŽ‡¬çA˜À0(È熴¡œ`ÊX°¸”„—­D?‚aÊm$¨Ï¬=ÅòÜÊîÕ*>.-_S-‹SžëÕN‘±üŒÇ/55eð倞»ûk{ƒGКú‹ê=zÙc�í¤ovP¹Ä”ó*V„Â9C‰„eCäô *è«jRÕõþÂDÓ�ƒ¾ì G“,{dœðoáè–úÅ ]P‰†ÌåYRyÆû ÁË#ª)€b’ðxl`ŽR¯Ð÷uiåü±E"û[”A$ ^‹4MTŠ_ê�‘ž¬ˆ‘õZ J!O d`ÖÈFM‡ ß鞬·Ž¨ÓA΃=|—Ø Jm8!ˆaAßô)9~O™;ž„Dš°¤pŸÅ„„c{®È•c_$�E¸L!ب�SP?mË>™¤àNwÀ}yªÞ`Ó¿› M §©iI]ì³E‰Phºøš{™Ãó-ƒ¹dESF{B4íÍ“íL ºm†V{å\¿?�Ü£‹¿ÑÌƧ1¥eù’"cZΘBÖ”À¶µ{/Z ƒ¹‹¯¨ÞÛ™c#�Ö©8SªÇkã˜ÉäœjôûMÙŒ{u�¥íåq ÐW4X,Ü>´gPïi‚:nÊ-þäzxN¦Ã³·Q+XžºüÙiXù©…iŸè7�µfûšñFÊ»àg¶2£^Æ×LØl;Ø$-΃øîЃ¡ Pè`níÝÚr/Ð`¶:7q>Ò­éã�†‹aú³‡¤|Òû¶ÜÙ¶[�ßdœÊ>¬»@�¾•`R¹âͼ°PÓ V�Bę渫FünË£žð/Û†§§ ¹ÛVOÖí`㥕‡B½S9 ͨÖ÷Ö§œ¡‡3Z~î+lüؘˆ6Ê�²µ»­3#Ð]Û-w§¨0§¿a¯�â+sø€oÔt0�&âªY÷Ä0îmö—Æ £�=¡]~™a›<½©(·Q>ý�æqø –tV8M6Í å9œX¡¬(-/ˆ…û¢É­ƒWvCz\_7YHlOZ‹¡˜½ÐåÍ¡:h«÷ÎòŽ÷ÆzúõDÊ]`ÅD/�ýú%­¦£­qßvˆ0R ¼@I›õ$ë²oÌ=9à°¯�Œº’p!ž;â{Ù`F7Gw˜ãüW²À¸s¸¹Ç-a=”:S˜0Ü}ÙRe16ï‹Œ g/>@»ã…/R\ª8ð…¯Ý�yΒ䌸o"‰…ÄnÞö—\Q°âŒ²SrAÛ\ûš‚xÝÐD~ÙE­+@-¶Ëã}�íhg×ÕÛ½é8r›~�di*´§Íœ]ez/7ä�ê´|yÕ  ¹òÌeí�‹Òº ÞÄEºñª ¬—™$�À¾¥<Ó–˜Ydøžvù{o5Ǿ5{Ýc±˜>ViíšÞÁß4¤‚eñ™üzKi“ŒFÑ妘^v©° Ñ„tl¯Êjڙ̸6•¨Ú!\DAXôÕPÏðªQ×d/žéD5¬îVî©”¶§äDÎÆHP½nx´ëå%n豅 G»NS ðPò�[/®0žáÖÊQˆo<6.ö%EÃô"­Åp…é—)S¹~¶?˜ÑÒ˜‹DâT¤r Ìà �YôP__ýï?A$EÆd¬éf§* !i· ÒàhßηåS-Dðnüz}õ/Ùüt~ endstream endobj 5 0 obj <> endobj 6 0 obj <> endobj 7 0 obj <> endobj 8 0 obj <> endobj 9 0 obj <> endobj 10 0 obj <> endobj 11 0 obj <> stream ÿØÿà JFIF ` ` ÿÛ C !(!0*21/*.-4;[email protected]?]c\RbKSTQÿÛ C''Q6.6QQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQQÿÀ â œ" ÿÄ ÿÄ µ } !1AQa"q2�‘¡#B±ÁRÑð$3br‚ %&'()*456789:CDEFGHIJSTUVWXYZcdefghijstuvwxyzƒ„…†‡ˆ‰Š’“”•–—˜™š¢£¤¥¦§¨©ª²³´µ¶·¸¹ºÂÃÄÅÆÇÈÉÊÒÓÔÕÖ×ØÙÚáâãäåæçèéêñòóôõö÷øùúÿÄ ÿÄ µ w !1AQaq"2�B‘¡±Á #3RðbrÑ $4á%ñ&'()*56789:CDEFGHIJSTUVWXYZcdefghijstuvwxyz‚ƒ„…†‡ˆ‰Š’“”•–—˜™š¢£¤¥¦§¨©ª²³´µ¶·¸¹ºÂÃÄÅÆÇÈÉÊÒÓÔÕÖ×ØÙÚâãäåæçèéêòóôõö÷øùúÿÚ ? î-µ™®m¡¸‹K¸1Ì‹"$@�FGªQ¨]‘‘¤\ßØ¿øª¡¢®4M4ÿ zÎÿ Ž ¸Î¨Bž§ «QÒæN¥�‰?´/?èqÿ "ÿ ⪮¤Óê6Oi6“r#vRß¼ˆä{¾*ÀéÒŠ~Ì^×ÈÀ] £fò´Ë€¬À�Æ&Æ ÁPÿ ‰1 þ‡{” g|Y` Ÿž0? k~Š=˜{_# hó‹´ûÚ•�Ê!�—n1¿¦)‡C¸b[ß9�ÌÐàîÉ`FîAf'óë¢ïEÌ=¯‘ÎI Í2–Êä¡]¤(„Øþ>ƒoëÖ¥ƒHš+讆�3˜äÞò¹äœÿ ¬ûÜã>€qÅoQG³kä`¾“tþvë[¹<á&ï0ÂÛK�˜¯ÏÇOÊ�•4PʃO¸Ä‰°©hÌcî “ýŽyç5¹Hz=˜{_#ž:îA{[Ö £m-ÐQJ®>n:Ÿþµ9ô[— µ�Á!vså}Ý¡@ÿ YèLWAEÌ=¯‘‡m§j6“ùÑEwæ0 ïòHávä ãõéMÓ´yì5.ÖÒöO$ªï#á»5½EÌ=¯�ï·ÞÐ"çþþEÿ ÅRh]çÙÿ ®±ñT•>é$]¤m g׊=˜{_"S¨Ý¨ÉÒn ÷–/þ*²5[h×Km}§]¤Œ‚@Fà’;7±­b3ÔW›üK]ºõ¨ÎÐ×ÿ Cz™FÅÆ|Çu£(þÂÒù?ñåöjáAïǽUÑ¿ä¥ÿ ×”?ú Kçƒ1‰—i9­I+˜Oâc,�Ã#8c»juØã*ÙÍPÜZ-ã’>^¾õ

Informatics terminology

OtherScienceComputer Science

Informatics is the science of information and computation. It encompasses the study of computer systems, algorithms, data structures, and the theoretical foundations of information processing.

Aceh, sebagai salah satu wilayah yang kaya akan sejarah dan budaya di Indonesia, memiliki berbagai warisan seni yang khas dan unik. Salah satu di antaranya adalah sarung pintu—bagian dari dekorasi rumah tradisional Aceh yang memperlihatkan kekayaan seni dan budaya masyarakatnya. Sarung pintu ini biasanya ditempatkan di bagian atas daun pintu atau jendela, berfungsi sebagai hiasan sekaligus simbol status sosial dan estetika. Motif-motif pada sarung pintu Aceh tidak hanya sekadar ornamen visual, tetapi memiliki makna yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai tradisi, agama, dan kehidupan masyarakat Aceh.